Kamis, 30 April 2015

Kisah Nyata - Penerimaan Tanpa Syarat

Saya adalah seorang ibu dari tiga orang anak dan saya juga beru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang di berikan kepada para siswanya di beri nama "SMILING" di mana seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang di temuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setiap siswa di minta untuk mempresentasikan di depan kelas.

Saya adalah tipe seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum kepada setiap orang. Jadi, saya pikir tugas ini sangatlah mudah.

Setelah saya menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang sedang menunggu saya di halaman kampus. Kami berencana mengunjungi sebuah restoran McDonald's yang berada di sekitaran kampus.

Suasana pagi yang sangat dingin dan kering. Pagi itu suami saya sedang ingin mengantri untuk masuk, saya sela dan memintanya agar menjaga si bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong. Ketika saya masih dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang yang berada di dalam antrian menyingkir, bahkan yang berada di antrian belakang saya juga. Suatu perasaan panik menguasai saya, ketika saya berbalik dan melihat mengapa mereka menyingkir? Dan di saat itulah saya mencium sebuah aroma yang tidak enak sekali di cium bau badan yang sangat menyengat di indra penciuman saya dan ketika itu juga saya mendapati ada dua orang tunawisma yang sangat dekil!!! Saya, bingung dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menangkap laki - laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya. Laki - laki itu pun kemudian tersenyum kepada saya. Lelaki ini memiliki mata yang sangat biru, sorot matanya begitu tajam, namun tatapan itu juga memancarkan sebuah kasih sayang. Pria itu pun melirik ke saya, seolah - olah dia meminta agar saya mau menerima kehadirannya di tempat itu. Dia pun kemudian menyapa saya "Good day" sambil tetap tersenyum dan menghitung beberapa koiin yang telah di siapkannya untuk membayar makanan yang nanti akan di pesannya. Secara sontan saya pun kemudian membalas senyumannya, kemudian saya pun teringat akan TUGAS yang di berikan oleh dosen saya. Sementara itu lelaki yang kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri tepat di belakang temannya.

Aku pun akhirnya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi menta, dan lelaki yang memiliki mata biru itu adalah penolongnya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian yang tadinya sangat panjang sekarang hanya tinggal kami bertiga dan akhirnya saya pun telah sampai ke counter. Seketika wanita muda di counter itu pun menanyakan kepada saya, apa yang ingin saya pesan. Saya pun mempersilahkan kedua lelaki itu untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir nona." Ternyata dari koin yang telah terkumpul hanya itulah yang mampu di beli oleh mereka. (Ya, memang begitulah peraturan di restoran disini, jika ingin menghangatkan tubuh , maka orang harus membeli sesuatu). Dan kelihatannya orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Seketika saya di serang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh dari tamu yang lain, yang hampir semua orang sedang mengamati mereka.Pada saat bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke arah saya, dan pasti melihat semua tindakan saya.

Saya baru tersadar ketika petugas counter itu menyapa saya untuk yang ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya kemudian tersenyum dan meminta dua paket makan pagi dalam nampan yang terpisah. Setelah membayar semua pesanan saya, kemudian saya pun meminta bantuan kepada petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja (tempat duduk suami dan anak saya). Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki tadi untuk beristirahat. Saya pun kemudian meletakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, kemudian meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bermata biru itu, sambil saya berucap. "Makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua" Kembali lelaki yang memiliki mata biru itu menatap saya, kini mata itu mulai basah berkaca - kaca dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."

Saya mencoba untuk tetap menguasai diri saya dan menepuk bahunya sambil berkata. "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu kepada saya untuk menyampaikan makanan in kepada kalian." Mendengar ucapan saya, si mata biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak - isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya pun tidak sanggup lagi menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya yang berada tidak jauh dari tempat duduk mereka.

Saat saya duduk suami saya mencoba meredam tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti untuk memberikan keteduhan bagi diriku dan anak - anakku." Kami pun akhirnya berpegangan tangan. Saat itu kami benar - benar bersyukur dan menyadari bahwa hanya karena 'bisikannya' lah kami telah mampu memanfaatkan kesempatan untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan di susul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami. Salah satu diantaranya, seorang bapak, dia memegangi tangan saya dan berkata "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal kepada kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya di beri kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami" Saya hanya bisa berucap "Terima kasih" sambil tersenyum.

Sebelum beranjak pergi meninggalkan restoran, saya menyempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu dan seolah ada magnit yang menghubungkan bathn kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum dan melambai - lambaikan tangannya kearah kami.

Didalam perjalan pulang, saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua tunawisma tadi, itu benar - benar 'tindakan' yang belum pernah terpikirkan oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali. Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan cerita di tangan saya. Saya kemudian menyerahkan paper saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliah saya di panggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswa pun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang dekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya. Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhr paper saya "Tersenyumlah dengan HATImu, dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang di timbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caranya sendiri, Tuhan telah menggunakan diri saya untuk menyentuh orang - orang yang ada di McDonald, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapat di bangku kuliah manapun, yaitu. "PENERIMAAN TANPA SYARAT" Banyak cerita tentang kasih sayang yang dapat di tulis untuk bisa di resapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara 'Mencintai sesama, dengan memanfaatkan sedikit harta benda yang kita miliki, dan bukannya mencintai harta benda yang bukan milik kita, dengan memanfaatkan sesama!' Jika anda pikir bahwa cerita ini menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang - orang terdekat anda. Disini ada 'Malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar