Kamis, 23 April 2015

Kisah Nyata - Aku Kehilangan Rumah Dan Suamiku Gara - Gara Batu

Sebut saja namaku Yuni, aku seorang wanita berumur 32 tahun. Aku dan suamiku menikah sudah lebih dari sepuluh tahun, dari pernikahanku dengan mas Yanto kami di karuniai seorang putri yang kami beri nama Fadila.

Mas Yanto berprofesi sebagai tukang ojek. Pernah suatu hari, jam di dinding telah menunjukkan pukul 10:00 malam, namun mas Yanto belum juga kunjung pulang ke rumah. Akhirnya aku punya inisiatif untuk menyusulnya di pangkalan ojek, karena aku takut, aku taku ada hal - hal buruk yang menimpanya. Karena sekarang ini lagi marak - maraknya pembegalan.

Setibanya aku di pangkalan ojek, disana aku melihat motor mas Yanto, namun mas Yanto tidak ada di tempat itu. Aku tanyakan kepada temannya, namun teman - temannya yang berprofesi sebagai tukang ojek juga malah mengatakan kalau mas Yanto sebenarnya belakangan ini jarang mangkal di pangkalan ojek itu. Dia malah sering menghabiskan waktunya di toko perhiasan batu akik.

Belum berapa lama aku berdiri di tempat itu, akhirnya suamiku datang dan mengajakku untuk pulang.

Dulu sebelum mas Yanto kecanduan batu. Hidup rumah tangga kami sangat bahagia. Karena mas Yanto termasuk sosok yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Jika hari libur (minggu) mas Yanto selalu menyempatkan diri pulang kerumah untuk mengajak anaknya jalan - jalan ke tempat liburan.

Dulu sebelum mas Yanto kenal dengan batu, dia selalu pulang cepat dan mengajak anaknya main, bercanda. Namun setelah dia mengenal batu akik. semuanya berubah total, bahkan aku pernah mengingatkannya.

"Mas, aku tidak melarang kamu untuk menyukai batu akik, tapi tolong luangkan sedikit waktumu sedikit saja untuk Fadila. Karena dulu sebelum mas menyukai batu, mas selalu menyempatkan diri untuk pulang cepat untuk mengajaknya bermain, bercanda, keliling - keliling kampung." Ucapku memohon

"Yauda, kalau begitu, besok aku akan mengajak Fadila untuk bermain di taman seperti biasa."

Akhir waktu yang di tunggu - tunggu telah tiba. Aku dan ibuku sudah mendandani Fadla secantik mungkin, karena siang ini mas Yanto akan mengajak anaknya untuk bermain seperti dulu. Alangkah bahagianya hatiku melihat senyum manis yang selalu terpancar di wajah buah hatiku. Dia begitu bahagia, karena hari ini ayahnya menyempatkan sedikit waktu untuknya bermain di taman.

Jam di dinding menunjukkan pukul 03:40. Akhirnya suamiku pulang. Namun kepulangannya bukan untuk mengajak anaknya untuk jalan - jalan ketaman, melainkan dia mengambil sebuah tas dan memasukkan beberapa bajunya ke dalam tas, kemudian mengatakan. "Maaf ya, Nak. Bapak harus ke kampung sebelah. Disana terdapat batu giok yang harganya sangat mahal. Kalau bapak tidak cepat - cepat nanti keburu habis di ambilin para warga."

Mendengar penuturan mas Yanto, aku pun merasa kecewa. Aku membentaknya dan perkelahian kecil pun terjadi diantara kami. Hingga saat mas Yanto ingin menjalankan motornya aku mencoba untuk menahannya dengan berdiri tepat di depan motornya. Aku berharap mas Yanto mau mengurungkan niatnya pergi kekampung sebelah dan mengajak anaknya untuk bermain ke taman walau sebentar saja. Namun, lagi - lagi aku kecewa, Karena mas Yanto memarahiku, membentakku, bahkan berniat untuk tetap menghidupkan dan menjalankan motornya dan hampir menabrakku.

Sudah empat hari mas Yanto pergi kekampung sebelah untuk mencari batu, namun dia belum pernah pulang sebentar saja ke rumah. Saat itu Fadila Sakit. Badannya panas tinggi, aku memberanikan diri untuk menelpon mas Yanto, niatku untuk menyuruhnya pulang sebentar saja untuk menengok anaknya yang lagi sakit. Tapi yang aku dapat hanya makian dari mas Yanto.

Alhamdulillah, setelah tujuh hari setelah kepergian mas Yanto tempo hari, akhirnya dia pulang juga kerumah. Kondisi kesehatan buah hati kami pun perlahan sedikit membaik.

Pada suatu malam, Pak Tarmin. Orang yang cukup terpandang di desa kami, kecolongan yang anehnya pencuri itu hanya mengambil koleksi batu akik yang di milikinya. Hal itu berdampat negativ terhadap suamiku, karena beliau merasa takut kalau - kalau si pencuri itu datang menyatroni rumah kami dan mengambil semua koleksi batu milikinya.

Semenjak kejadian itu, aku di paksa oleh mas Yanto untuk bergantian menjaga batuk akik miliknya. Lima hari sudah berlalu aku jarang tidur malam karena harus menjaga batu - batu mas Yanto.

Saat aku berjalan pulang ke rumah, aku merasa sedikit pusing. Mungkin karena aku kurang tidur. Saat melakukan perjalanan pulang kerumah, tiba - tiba ada sebuah motor dari belakang dan menabrakku. Naasnya lagi, pengendara itu malah melarikan diri dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya kepadaku. untung saja saat itu ada para warga yang baik hati untuk mengantarkanku ke rumah sakit.

Di rumah sakit, mas Yanto datang mengunjungiku. Bukannya menyemangatiku dia malah memarahiku.

"Bagaimana keadaanku mas? apa kata dokter mas? aku tidak luka dalamkan" tanyaku kepada mas Yanto

"Kamu tidak apa - apa, tapi biaya berobat kamu itu mahal. Sudah tahu tidak punya uang pakai acara keserempet segala." jawab mas Yanto.

"Namanya juga musibah mas, mana ada sih orang yang mau kecelakaan. Aku minta maaf ya mas. Untuk biaya rumah sakit, kamu maukan jual batu kamu untuk bayar biaya rumah sakit. Satu saja mas."

"Enak saja ya, gila kamu ya. Kamu minta saja uang untuk bayar rumah sakit sama ibumu."

Ibuku yang baru tiba di situ mendengar percakapan kami, langsung memotong pembicaraan.

"Gak akan, gak bakalan. Kamu yang harus bayar. Yuni, bukan ibu mau jahat sama kamu nak, tapi diakan suami kamu, dia yang harus tanggung jawab. Toh ini semua juga salahnya dia."

"Kok ibu jadi salahin saya, salah saya ini apa bu, ya jelas - jelas anak ibu yang ceroboh, anak ibu yang gak hati - hati. Pokoknya aku gak mau jual koleksi batu akikku. mendingan aku pergi untuk mencari jenis batu lain."

Suasana semakin menegang dan akhirnya mas Yanto, pergi meninggalkan tempat itu, aku kemudian menyuruh ibuku untuk menjual perhiasanku untuk membayar biaya rumah sakit. Namun ibuku melarang karena beliau juga masih punya sedikit simpanan yang cukup untuk membayarkan biaya rumah sakit. Ibuku bahkan menyuruhku untuk segera pisah dengan mas Yanto, karena beliau tidak tahan dengan perangai suamiku yang tergila - gila dengan batu.

Ditempat penjualan batu akik, mas Yanto memamerkan batu akiknya, seakan - akan batu miliknya itu yang paling bagus. Bahkan si penjual batu mengiyakan kalau jenis batu yang di miliki oleh suamiku itu sekarang sudah langka, jarang di temukan. Namun ada seorang warga yang mengatakan bahwa batu miliknya itu tidak ada apa - apanya di banding dengan kepunyaan ustad Rio yang ada gambar ka'bah di dalamnya.

Kemudian mas Yanto mendatangi Ustad Rio supaya pak ustad mau menjual batunya itu kepadanya. Namun pas ustad tidak mau menjual batu itu, karena batu itu kenang - kenangan sewaktu dia naik umroh ke tanah suci, batu itu d berikan oleh salah seorang ustad ternama. Yang membuatku tidak habis pikir lagi, mas Yanto malah menyuruhku untuk merayu ustad Rio, ya dulunya mas Rio adalah mantan kekasihku. Namun tidak ada jodoh diantara kami. Terang saja aku menolak untuk melakukan hal itu. Mas Yanto marah besar dan kemudian pergi, aku mencoba menahannya agar dia tidak pergi. Namun dia tetap bersikeras juga untuk pergi, aku tarik kakinya dia malah menendangku.

Ibuku yang melihat kejadian itu juga marah besar, bahkan dia menyuruhku untuk berpisah dengan mas Yanto. Jika mas Yanto tidak pulang kerumah beberapa hari. Sepertinya keputusan ibuku itu cukup membuatku untuk berpikir ulang.

keesokan harinya mas Yanto akhirnya pulang, dan akupun bersyukur kepada Allah, karena dia telah menuntun langkah suamiku untuk pulang kerumah. Namun lagi - lagi aku kecewa, karena kepulangannya hanya untuk meminta uang untuk membeli batu akik yang mirip dengan kepunyaan ustad Rio, Yang membuatku tambah sakit, mas Yanto malah mengambil semua perhiasanku untuk membeli batu akik itu. Bahkan dia mengatakan kalau uang dari hasil menjual perhiasanku juga belum cukup untuk membeli batu akik itu. Dia mengancam untuk menjual rumah kami, rumah ini bukan rumahku tapi rumah ini milik ibuku, bentakku.

Namun karena rasa sukanya terhadap batu akiknya, mas Yanto nekat mencuri sertifikat rumah kemudian menjual rumah kami, rumah ibuku, rumah peninggalan almarhum ayahku. Ibuku yang kemudian mengetahui kalau rumahnya ternyata telah di jual oleh mas Yanto akhirnya marah besar. Dia bersikeras untuk menyuruhku berpisah dengan mas Yanto. Namun karena mas yanto memohon dan cukup meyakinkan saya jika dia akan berubah dan gak akan membeli batu lagi setelah ini. Saya pun akhirnya membujuk ibuku dan mau memaafkannya dan meyakinkan ibuku kalau mas Yanto mau berubah. Alhasil ibuku luluh dan menuruti kata - kataku.

Berita tentang mas Yanto memiliki batu akik yang dijadikannya batu cincin berisikan gambar ka'bah menyebar. hingga ada seorang kolektor yang ingin membeli batu itu seharga 200jt. Namun mas Yanto tidak mau menjual batunya. Hingga pada suatu hari ada seorang wanita yang merayu suamiku untuk menjual batunya itu kepadanya. Berbagai cara telah di lakukannya namun suamiku tetap tidak mau menjual batu akik itu.

Suatu hari, sepulang dari menjual pecal di pasar, aku melihat suamiku bersam perempuan yang tergila - gila dengan batu akik milik suamiku, aku melihat mereka lagi makan - makan di sebuah warung makan di pinggir jalan. Aku melihat wanita itu memegang - megang tangan suamiku, merasa cemburu.

Akupun menyamperin mereka. lalu melabrak wanita itu.

"Apa - apaan kamu pegang - pegang tangan suamiku. Lepasin gak tangan suami saya." tanyaku dengan nada tinggi

"Maaf ya, mbak. Saya kira mas Yanto ini seorang duda. Lagian saya disini juga tidak berniat untuk merebut suami orang, saya cuma tertarik dengan batu yang di miliki suami mbak.

"Mas, kalau memang perempuan ini suka dengan batu cincinmu, kamu kasikan aja batu itu ke dia, kamu jual kedia." ucapku sambil meraih tangan mas Yanto.

Batu cincin yang berada di tangan mas Yanto aku rebut, namun dia tidak mau memberikannya. Akhirnya batu itu terlempar jauh di jalan. Mas Yanto marah besar, kemudian dia mengucapkan kata yang seharusnya tidak aku dengar.

"Tuh, kan lecet. Ini semua gara - gara kamu. Lebih baik kamu yang keserempet daripada harus batuku." ucap mas Yanto

terang saja aku yang mendengar penuturan itu merasa kecewa. "Jadi, kamu lebih memilih batu - batu kamu ini daripada aku mas?"

"Iya, dan aku tidak mau mengambil resiko lagi, aku tidak mau batu - batuku yang lain tidak selamat. Jadi lebih baik kita berpisah."

"Pisah, kamu rela berpisah dengan aku cuma gara - gara batu cincin kamu itu?"

"Karna kamu itu sama sekali tidak bisa mendukung hobiku, kamu tidak bisa cinta dengan batu - batuku"

Semenjak kejadian itu aku pun dan Yanto berpisah.

Ya Allah gara - gara batu, hamba bukan hanya kehilangan rumah, tapi hamba juga kehilangan suami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar