Sabtu, 11 April 2015

Kisah Nyata - Curahan Hati Sang Anak Tentang Kebohongan Ibu

 Hidup di dunia yang penuh dengan begitu banyak problem/masalah, maka tidak bisa di pungkiri kalau terkadang kita berbohong, walaupun kita tahu kalau berbohong itu bisa menjatuhkan kita ke dalam keterpurukan yang sangat amat dalam. Akan tetapi kisah yang akan saya sampaikan kali ini justru malah sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, justru dapat membuka mata hati kita dan terbebas dari dari segala penderitaan dan membuka mata hati kita.

 Kisah nyata ini berawal sejak saya masih kecil, saya terlahir dari keluarga yang bisa di bilang di bawah sederhana. saya anak ketiga dari tiga bersaudara, kakak tertua saya seorang perempuan bernama Yanti, dan kakak kedua saya seorang laki - laki bernama Yanto dan saya sendiri seorang pria dan di beri nama Wahyudi. Karena kondisi keluarga ku yang begitu miskin, bahkan untuk makan saja kami sering kekurangan. Hal inilah yang membuat ibuku selalu memberikan aku jatah makannya. Malam itu, sambil memindahkan nasi ke mangkokku ibu berkata "Makanlah nak, ibu tidak merasa lapar" ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA"

 Saat saya telah tumbuh . Ibu sering menghabiskan waktunya untuk memancing di sebuah kolam yang memang terletak tidak jauh dari rumah, ia berharap dari ikan hasil pancingannya ia bisa memberikan sedikit makan yang bergizi untuk pertumbuhanku. Setelah usai memancing ikan, ibu memasak ikan hasil pancingnya. Ikan itu di masaknya menjadi sebuah sup yang sangat nikmat dan beraroma sangat sedap, siapa saja yg mencium aromanya pasti akan merasa lapar dan ingin mencicipinya, Tapi tidak dengan ibuku, waktu itu aku sedang melahap sup ikan hasil pancingan dan masakan ibu, namun aku melihat di piring ibu hanya ada nasi yang hanya di berkuahkan air sup tidak ada ikannya sama sekali, kemudian aku mengambil sendok dan membagi ikanku kepada ibu, namun ibu dengan tegasnya mengembalikan ikan itu kepiringku dan berkata "Makanlah nak, sungguh ibu tidak suka makan ikan." ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA.

 Akhirnya saya sekarang sudah bersekolah dan duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Karena kondisi keuangan kami yang begitu minim, uang hasil jerih payah Ayahku tidak bisa mencukupi untuk biaya sekolah kakak, abang dan aku. Ibuku pergi ke sebuah koperasi yang berada di desa kami, ia membawa sejumlah kotak korek api untuk di tempel, dan alhamdulillah dari hasil jerih payah ibuku menempelkan korek api tersebut membuahkan sedikit uang untuk menutupi dan membiayai hidup dan sekolah kami.Saat itu sedang musim hujan, entah jam berapa yang pastii saat itu sudah sangat larut malam. Aku menemukan ibuku masih tertumpu di sebuah pelita (Lampu dari minyak tanah) terlihat dengan gigihnya melanjutkan aktifitas menempel kotak korek api, kemudian aku berkata "Ibu, tidurla, sekarang sudah larut malam. Besok pagi ibu juga masih bisa melanjutkan pekerjaan ibu." Namun ibu hanya tersenyum dan berkata "Tidurlah, Nak. Ibu tidak merasa capek dan mengantuk." ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA.

 Saat itu ujian nasional tiba, aku meminta ibu untuk menemaniku. Karena teman - temanku yang lainnya juga di temani oleh orang tuanya. Ibuku pun meminta cuti untuk menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, matahari pun mulai menyinari, ibu yang begitu tegar, gigih menemani aku, demi masa depanku dia rela berpanas - panasan di bawah terik matahari selama beberapa jam. Di saat bel berbunyi yang menandakan jam ujian telah usai, ibuku langsung berlari menyambut dan menuangkan segelas air teh yang sudah disiapkannya untukku. Teh yang begitu kental yang tidak bisa di bandingkan dengan kasih sayangmu ibu. Aku melihat ibu begitu kepanasan hingga dia mencucurkan beberapa butir keringat dan aku sangat yakin kalau ibu juga sangat kehausan, akupun kemudian memberikan gelasku kepada ibu sambil menyuruhnya untuk miinum. Namun ibu menolak dan berkata "Minumlah, Nak. Ibu tidak merasa haus." ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

 Saat aku duduk di kelas Tiga SLTP. Musibah besar kembali menghantam keluarga kami. Ayah kami yang sebagai tulang punggung keluarga pergi menghadap yang maha kuasa. Ibuku yang malang, harus merangkap sebagai sebagai kepala keluarga dan seorang ibu, yang masih berpegang dengan pekerjaannya yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup kami sendiri. Kondisi perekonomian kami pun semakin susah, tiada hari tanpa penderitaan. Untungnya dengan melihat kondisi keuangan dan keluarga yang begitu parah, ada seorang paman yang baik hati, dia selalu membantu ibuku dari masalah yang besar hingga masalah yang kecil. Dan begitu juga dengan tetangga kami yang melihat kehidupan kami yang begitu parah. Brgantian mereka menasehati ibuku untuk menikah lagi. Akan tetapi buku selalu menolak dan mengindahkan nasehat mereka. ibuku berkata "Saya tidak butuh cinta" ITULAH KEBOHONGA IBU YANG KELIMA.

 Setelah kakak dan abangku menyelesaikan sekolahnya dan bekerja, ibuku yang sudah sangat tua seharusnya pensiun dan menikmati masa - masa tuanya. Akan tetapi dia menolak untuk berhenti bekerja, dia rela rela pergi kepsara setiap pagi untuk berjualan sedikit sayuran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan aku. Kaka dan abangku yang bekerja di luar kota sering kali mengirimkan sedikit uanguntuk membantu memenuhi kebutuhan hidup kami. Akan tetapi bu bersikukuh untuk tidak mau menerima uang tersebut, malah dia mengirim balik uang tersebut dan berkata "kamu simpan saja uang ini untuk masa depanmu, ibu masih bisa berusaha sendiri dan ibu juga punya uang." ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM.

 Tidak terasa hari berganti bulan dan bulan pun berganti tahun, aku yang telah menyelesaikan S1 melanjutkan ke S2 dan kemudian aku mendapatkan gelar Master di sebuah perguruan tinggi di sebuah Universitas ternama di Amerika Serikat berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu, dengan gaji yang bisa di bilang lumayan tinggi, dan aku pun bermaksud membawa ibu untuk hidup bersamaku, untuk menikmati hidup di Amerika. Akan tetapi karena ketulusan dan kebaikan yang teramat besar kepada anak - anaknya, dia tidak ingin merepotkan aku dan berkata "Aku tidak terbiasa" ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.

 Dikarena faktor usianya yang sudah begitu tua, ibuku terkena penyakit kanker lambung, dia harus di rawat di rumah sakit, Aku yang berada jauh di seberang sana mendengar kondisi ibu yang kurang baik segera pulang dan menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu dengan kondisi yang sangat lemah setelah menjalani operasi, ingin sekali memeluk dan mencium ibu, begitu juga dengan ibu, dia menatapku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum tersebar di wajahnya yang terkesan agak kaku karena menahan rasa sakit. Terlihat dengan jelas, betapa penyakit itu telah menjamahi tubuh ibuku yang terlihat lemah dan kurus. Aku yang tidak bisa berbuat apa - apa hanya mampu menatap ibu sambil berlinang air mata. Hatiku terasa perih, sakit sekali melihat kondisi ibu seperti ini. Akan tetapi ibu dengan tegasnya berkata "Jangan menangis anakku, aku tidak merasa sakit" ITULAH KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongnya yang kedelapan. Ibuku tercinta pergi meninggalkan kami untuk selama - lamanya.


Dari kisah nyata di atas saya selaku admin percaya kalau teman - teman pembaca sekalian merasa terharu, tersentuh dan ingin sekali mengucapkan "Terima Kasih Ibu." Akan tetapi coba teman - teman sekalian berfikir, sudah berapa lamakah kita tidak pernah menelpon kedua orang tua kita? Sudah berapa lama kita tidak pernah menghabiskan waktu mengobrol denga kedua orang tua kita? Di tengah kesibukan kita yang sangat padat, kita selalu memiliki beribu alasan untuk meninggalkan kedua orang tua kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan keberadaan Ayah dan ibu kita yang berada di rumah. Bila di bandingkan dengan pacar kita, kita pasti akan lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita akan selalu cemas kalau tidak mendapatkan kabar darinya, kita selalu merasa cemas apakah pacar kita sudah makan atau belum?

 Satu hal yang harus kita tanyakan kepada hati kita, apakah kita pernah mencemaskan tentang keadaan kedua orang tua kita? Pernahkan kita merasa cemas kedua orang tua kita sudah makan atau belum? Pernahkah kita merasa cemas, apakah kedua orang tua kita merasa bahagia dengan sikap kita? 

 Apakah ini benar? Coba tanyakandan renungkan ke dalam lubuk hati kita yang paling dalam... Jika kta masih diberikan waktu dan kesempatan untuk membalas budi kedua orang tua kita, lakukanlah dan jangan menunggu untuk ada kata "Menyesal" di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar