Sabtu, 04 April 2015

Kisah Nyata - Si Kecil Tulang Punggung keluarga

Masa kecil adalah masa dimana kita hanya memikirkan main, main, dan main. Namun tidak dengan si Ridwan Gunawan seorang anak yang baru berusia Sebelas (11) tahun. Bocah kelas lima sekolah dasar ini harus rela kehilangan masa bermainnya, karena harus bertanggung jawab mencari nafkah. Karena sang Ayah di dera penyakit.

"Apa kamu merasa iri dengan anak - anak seusia yang terlihat asyik bermain menikmati masa kecilnya?"

"Tidak, tidak iri karena jadi manusia itu harus ikhlas dan sabar, karena manusia semua hiduonya juga tidak ada yang sempurna."

Dua puluh tahun sudah sang ayah menderita penyakit yang membuatnya tak mampu berjalan dan bergerak normal. semua sendinya menjadi kaku, segala fungsi indrawinya pun ikut berkurang.

"Sakit kepala, kaki terasa pegal, kalau diangkat berat. Jalan juga susah sekali harus bersandar di bilik tidak tidak bisa untuk jalan biasa" Itulah pengakuan Aden (sang ayah) saat di konfirmasi.

Naasnya bukan hanya sang ayah yang menderita penyakit ini, Kedua kakaknya Kholid dan Devi juga menderita penyakit yang sama dengan sang ayah. Di tengah segala cobaan yang menimpa keluarga ini. sang ibu yang diharapkan menjadi penopang hidup, tidak kuasa menjalani nasibnya. Ibunya memilih pergi entah kemana. Awalnya sang ibu hanya berpamitan untuk bekerja di kota Bandung.

Kini hanya Ridwan yang terhitung sehat di rumahnya, karna itulah dia tak tega dan khawatir bila Ridwan harus meninggalkan mereka yang tak berdaya di rumah. Namun rasanya menjadi serba salah, jika bukan dirinya yang harus mencari nafkah lantas siapa lagi?

Di usia yang terbilang masih bocah ini tak banyak yang bisa di lakukan oleh sang bocah untuk mencari uang. Ia hanya bisa berjualan kue milik tetangganya. Dia harus mengelilingi kampung untuk memjajakan kue - kuenya dagangannya. Terkadang dia harus merasakan sakit dan penat yang begitu di daerah kakinya, karena banyak jalanan yang menanjak yang harus dia lewati untuk mengais rezeki.

Setiap kue yang di bawanya di jual dengan harga 500 Rupiah terdapat keuntungan 100 Rupiah di setiap kuenya. Semakin banyak kue yang dibawanyadan menjual akan semakin banyak pula rezeki yang akan di dapatnya. Menjual kue seperti ini memang menjadi peluang tersendiri. Selain tak banyak orang - orang yang menjual kue yang serupa, orang - orang disini juga enggak jika harus mencari makanan di luar kampung. Letak Desa Giri Mukti ini berada diatas deretan perbukitan dan jauh dari keramaian kota.

Ridwan tidak pernah melewatkan satu hari saja tanpa berjalan. Sejak ditinggal sang ibu dia tidak pernah lagi bermain. Namun berjualan kue seperti ini secara tidak langsung melatih kesabaran Ridwan dalam banyak hal. Terkadang kue habis dalam waktu singkat, namun terkadang juga sebaliknya

"Kadang 5000 Rupiah, kadang 8000 Rupiah,kadang 6000 Rupiah, kadang 10.000 Rupiah, tergantung rezekinya lah" Itulah jawaban Ridwan saat di konfirmasi.

Terkadang timbul tanya di dalam hatinya mengapa Ibunya memilih pergi meninggalkan dia dan keluarganya, namun tanya itu hanya bergelun di benak tanpa ada jawabnya. Kesadarannya menuntunnya, apa jadinya jika ia memilih jalan pintas bermain dan bukan bekerja keras seperti ini. Keluarganya perlu makan, Ayah dan kedua kakaknya tak berdaya tanpa bantuannya. Apa yang ia usahakan ini pun tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tak hayal keadaan memaksa Ridwan untuk berhutang pada beberapa tetangga demi bertahan hidup. Hutang yang baru bisa di bayar jika ada bantuan yang sesekali datang pada keluarganya.

"Terkadang ada bantuan dari sekolah dan dari desa. kalau keluarga saya memiliki hutang langsung diibayarkan, dari bantuan sekolah dan desa" itulah jawaban polos sang bocah.

Selalu ada cara sederhana untuk menyenangkan hati ayahnya, salah satunya adalah membelikan ayah dan kedua kakaknya mie instan, ya mie instan. Bagi keluarga Ridwan makan dengan mie instant sudah sangat begitu mewah yang tidak bisa sering - sering dinikmati.

Pernah merasakan hidup sebagai normal kadang membuat Kholidin terpenjara dengan keterbatasan dengan raganya, adakalanya ia ingin bisa seperti dulu. Berjalan dan berinteraksi dengan orang lain, sesekali Kholidin bahkan memaksakan diri untuk keluar rumah, meski resikonya ia harus merasakan sakit. Nekat meniti langkah demi membunuh rasa bosan. Meski begitu Kholidin tidak pernah merasa kapok ataupun takut terjatuh lagi, barang kali rasa bosan terus menerus berada di rumah membuat keinginannya itu begitu kuat.

Sedangkan kakak perempuannya Devi merasa paling bertanggung jawab untuk mengurus keluarga lainnya. Dari mencuci piring, membersihkan rumah, memasak nasi. Dalam melakukan itu semua tentu tidak mudah baginya, karna dia harus merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dulu Devi kakaknya Ridwan ini pernah menjadi pembantu rumah tangga di bandung, namun karena penyakitnya itu dia sudah tidak bisa bekerja lagi.

Selain mencari nafkah, Sikecil Ridwan juga bertugas mengurus si bapak dan kakaknya Kholidin. Sesekali Ridwan mamandikannya menggunakan kain lap dan air secukupnya.

"Ridwan harus sabar dan ikhlas menanggung beban mudah - mudahan bapak bisa sehat kembali."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar