Minggu, 19 April 2015

Kisah Nyata - Perjuangan Hidup Mak Edah

Selain merangkap sebagai seorang ibu rumah tangga Mak Edah juga merangkap sebagai kepala rumah tangga, karena suaminya Pak Darsah terkena penyakit struk yang sangat parah. jangankan untuk bekerja, untuk merangkak ke kamar kecil pun pak Darsah harus di bopong. Meskipun kondisi sang suami sudah tidak sama seperti dulu, namun tidak pernah terlintas sedikit pun di hatinya untuk mengakhiri biduk rumah tangganya.

Selain mengurus sang suami, Mak Edah juga harus menghidupi anak tertuanya yang juga terkena penyakit yang sama dengan suaminya. Belum lagi dia harus mengurus cucu yang sudah di tinggal oleh orang tuanya.

Beruntung di tempat tingga mak Edah ada sebuah industri rumahan pembuatan kripik singkong dan kripik pisang. Di situlah Mak Edah bekerja dan mengais sedikit rezeki untuk memenuhi kebutuhannya keluarganya.

"Kalau saya membuat kripik, biasanya perharinya saya di beri uang sebesar Rp 15.000. Kalau saya tidak bekerja saya tidak punya uang, kalau saya bekerja lumayan buat makan. Terkadang juga tidak makan, tidak masak karena tidak ada uangnya." kata Mak Edah saat di konfirmasi.

Selain membuat keripik, terkadang Mak Edah juga di perbolehkan mrnjual dan mengambl sedikit keuntungan dari keripik yang di jualnya. Industri kripik tempat mak Edah bekerja tidak memproduksi kripik setiap hari, jika kehabisan bahan maka mak edah di liburkan. Dan itu artinya mak edah tidak memiliki pemasukan.

Namun hal itu tidak menyurutkan tekad mak Edah, karena dia yakin kalau rezeki itu akan datang dari mana saja.

Jika sedang beruntung, terkadang ada saja tetangga mak Edah yang memerlukan tenaganya di sawah. terkadang juga Mak Edah masuk ke hutan untuk mencari kayu bakar.

Sejak usia muda mak Edah memang sudah terbiasa untuk bekerja keras, namun di usianya yang sudah berkepala enam. Fisiknya sudah tidak lagi kuat. Terkadang ia merasa capek, lelah dan sakit - sakit di tubuhnya. Tapi baginya jika dia tidak bekerja darimana dia bisa mendapatkan uang untuk keperluan dapur.


Kalau mak Edah bekerja di sawah, mengarit dan mengeprat batang padi mak Edah tidak di bayar pakai uang, tapi di bayar dengan padi. Jika dia dapat menghasilkan 10 rantang padi, maka mak Edah akan diberikan 1 rantang padi. Namun jika mak Edah menanam padi dia diberkan uang sebesar Rp 20.000 perharinya.

Meski pun makan hanya berlauk ikan asin, namun keluarga sederhana ni sudah sangat bersyukur. Jangankan untuk menyediakan lauk, untuk makan sekali dalam sehari saja mak Edah masih kewalahan.

"Saya pikir mau minjam, minjam ke siapa? Tidak ada yang mau kasi pinjaman. Saya sering menangis, saya menangis karena sedih, mau pnjam uang tapi tidak ada yang mau ngasi pinjaman. mau masak tidak ada beras, mau beli tidak ada uangnya. mau pinjam beras tidak ada yang mau ngasi pinjamam, saya menangis karena itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar